Kamis, 16 Januari 2014

Karya ilmiah Siswa

RESPON ANAK PUTUS SEKOLAH TERHADAP PROGRAM PENDIDIKAN NON FORMAL PADA MASYARAKAT TIONGHOA KECAMATAN SAMBAS

Oleh : 
Vonica Liu Sadi dan Lily Yanti 
(SMA Santo Bonaventura Sambas)

Guru Pembimbing : Jaka Afriana, S.Pd

Sektor pendidikan sangat berpengaruh dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).  Dari data penelitian, ditemukan IPM Kabupaten Sambas masih terendah diantara 14 kabupaten kota lain. Ada dua aspek yang membuat IPM rendah yaitu angka harapan hidup diantaranya kematian ibu dan anak serta usia lama sekolah yang rendah (Suhendra, 2012). Terkait dengan pendidikan, usia rata-rata lama sekolah anak di Kabupaten Sambas sekitar 6,20 tahun. Ini mengindikasi bahwa banyak anak-anak usia sekolah di Kabupaten Sambas yang putus sekolah (Drop Out).  
Masyarakat Kabupaten Sambas khususnya Kecamatan Sambas terdiri dari etnis melayu, dayak, dan tionghoa. Masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda tentang pendidikan, terutama masyarakat yang menjadi kaum minoritas di Kecamatan Sambas. Pekarya bukan bermaksud mendiskriminasikan kaum minoritas, tetapi ingin mendapatkan informasi lebih lanjut melalui penelitian demi kemajuan pendidikan di Kecamatan Sambas khususnya dan Kabupaten Sambas pada umumnya.
Fokus penelitian ini adalah respon anak putus sekolah terhadap pendidikan non formal pada masyarakat tionghoa. Oleh karena itu metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan bentuk penelitian survai. peneliti mengambil sampel penelitian. Sampel diambil adalah teman yang putus sekolah yang berdomisili di Kecamatan Sambas. Setelah didata diperoleh 10 anak putus sekolah yang peneliti kenal.
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara langsung. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data dari sampel penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan terbuka yang langsung ditanyakan peneliti, lalu peneliti menyimpulkan jawaban responden ke dalam unsur-unsur jabaran variabel yang diteliti, yaitu kondisi ekonomi keluarga, motivasi pribadi, dan tanggapan orang tua.
Hasil penelitian wawancara dengan mengambil data respon anak putus sekolah terhadap pendidikan non formal pada masyarakat tionghoa dianalisis menggunakan tabel agar mudah dalam penyajian dan lebih efisien. Data yang di kelompokkan sesuai dengan variabel-variabel yang telah di kumpulkan di lapangan.
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak putus sekolah pada masyarakat tionghoa di Kecamatan Sambas antara lain : faktor ekonomi 60%, faktor motivasi pribadi 30%, dan faktor lingkungan/ pergaulan 10%. Dari penelitian yang dilakukan, anak tionghoa yang putus sekolah tidak melanjutkan pendidikan paket A, B, maupun C dikarenakan membantu ekonomi keluarga. Upaya anak putus sekolah pada masyarakat tionghoa untuk mengikuti program pendidikan non formal di Kecamatan Sambas perlu peran aktif dari pihak lain seperti : tokoh masyarakat, perangkat desa, dan penyelenggara pendidikan non formal untuk mendata anak putus sekolah disekitarnya dan mengajak serta memberikan motivasi serta pemahaman tentang pendidikan untuk mengikuti program yang telah disediakan pemerintah
                Program pemerintah kabupaten sambas dalam peningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) hendaknya didukung oleh semua elemen masyarakat. Dimulai dari lingkungan keluarga, RT, RW, Dusun, Desa sampai ke tingkat kecamatan dalam mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun. Bahkan  sampai ke jenjang perguruan tinggi. Penelitian anak putus sekolah terhadap pendidikan formal agar dilanjutkan menggunakan populasi dan sampel yang lebih besar guna mendapatkan data yang lebih akurat.

Rabu, 27 November 2013

Guru Menjadi Peneliti

Sudahkah guru menjadi peneliti ?

Oleh :
Jaka Afriana, S.Pd )*

Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Serangkaian kegiatan utama guru akan tampak sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran di kelas. Pada proses perencanaan pembelajaran telah dirumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, sedangkan proses pelaksanaan pembelajaran merupakan upaya guru dalam menghadirkan pengalaman baru dengan memadukan pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik sebelumnya. Sehingga terbentuklah pengetahuan baru yang sesuai dengan konsepsi ilmuan. Setelah proses pembelajaran, kegiatan guru selanjutnya adalah mengevaluasi peserta didik dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana penguasaan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Kenyataan di lapangan, guru menghadapi berbagai kendala untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Misalnya:  kurangnya motivasi belajar peserta didik, sarana dan prasarana yang kurang memadai, lingkungan yang kurang mendukung, dan sebagainya. Sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Kendala atau masalah yang ditemukan guru di dalam kelas harus diatasi sendiri oleh guru. Untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemukan guru di dalam kelas, guru harus menjadi peneliti. Karena dengan melakukan penelitian guru berusaha mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi di dalam kelas. Menurut Azrul Azwar dan Joedo Prihartono (2003:5), penelitian ialah suatu upaya pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis data yang dilakukan secara sistematis, teliti, dan mendalam dalam rangka mencarikan jalan keluar dan atau pun jawaban terhadap suatu masalah yang ditemukan.  
Berdasarkan hasil diskusi/sharing dengan sesama guru IPA melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), sebenarnya para guru di lapangan telah melakukan upaya menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas. Upaya tersebut dilakukan berdasarkan pengalaman pribadi lalu memberikan trik/cara kepada peserta didik mempermudah mempelajari suatu konsep atau menyelesaikan soal-soal evaluasi. Contoh sebagian kegiatan penelitian yang telah dilakukan, seperti mengidentifikasi masalah, analisis data melalui analisis hasil ulangan, memberikan tindakan melalui program remidial dan pengayaan, namun belum dituangkan secara sistematis kedalam bentuk tulisan ilmiah sebagai tindakan nyata yang dilakukan guru dalam menyelesaikan masalah di dalam kelas.
Guru sebagai peneliti dipertegas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permenpan) nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru disebutkan bahwa standar kompetensi profesional guru yaitu: pertama, melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus; kedua, memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan; ketiga, melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan; dan keempat, mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber. Sebagai konsekuensi pekerjaan sebagai profesi, guru harus melakukan CPD (Continuous Professional Development) atau lebih dikenal dengan PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan).
PKB sendiri sebenarnya telah memberikan peluang kepada guru untuk berinovasi dan berkretivitas sebagai upaya menyelesaikan permasalahan di dalam kelas. PKB terdiri dari : pengembangan diri (PD), publikasi ilmiah (PI), dan karya inovatif (KI). Tujuan PKB sebenarnya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di dalam kelas meskipun sarana dan prasarana di sekolah kurang memadai. Minimnya alat peraga atau media pembelajaran umumnya menjadi kendala bagi guru IPA dalam mengajarkan konsep yang bersifat abstrak. Dengan menggunakan alat peraga atau media dalam pembelajaran IPA diharapkan guru dapat mempermudah siswa belajar.
Guru wajib mengikuti PKB karena dipakai sebagai dasar kenaikan pangkat dalam karir guru.  Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermennegPAN dan RB) Nomor 16 Tahun 2009  tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Sebenarnya pengembangan keprofesian berkelanjutan telah dilakukan sebagian guru, sama halnya dengan menjadi peneliti. Tetapi, guru-guru belum mendokumentasikan upaya yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah di dalam kelasnya.
  
)* Penulis adalah Guru IPA SMP Negeri 6 Sambas Kabupaten Sambas



Kamis, 12 September 2013

CULTURE OF HONESTY IN SAMBAS

CULTURE OF HONESTY IN SAMBAS

JAKA AFRIANA
SMP NEGERI 6 SAMBAS
KALIMANTAN BARAT INDONESIA
Email : jaka_fisika@yahoo.co.id


1.        Introduction

The main indicators used to assess the quality of student learning and graduation from an educational institution, often based on student learning outcomes listed on the national test scores. National test used as a benchmark in determining the quality of education. National education ministry is very serious in improving the system of national examinations. Viewed from a national exam package BSNP always make changes, ranging from 2 (two) package about to be 5 (five) package, continue to be developed with 20 (twenty) package item with a bar code system.
Of course the question is why every national test execution no changes were made. This indicates that honesty among students has begun to diminish.

2.        Current Status and Structure of Science Education

Science learning process requires active student involvement and aims for mastery of cognitive, affective, and psychomotor formed on students. To see the results of student learning, teachers are always measuring student competencies with the competency test for cognitive, affective attitude to assess, and practice skills or scientific views of psychomotor performance.
According to the Law of National Education System (2003), a national education aims at developing the potential of students to become a man of faith and fear of God Almighty, noble, healthy, knowledgeable, skilled, creative, independent, and become citizens of a democratic and accountable. Obviously, that character education must be embedded on students as early as possible.
Learning science has actually instilled a culture of honesty among students. In psychomotor assessment, students prove themselves by doing experiments in the laboratory in finding the concept or theory. Students are in demand to be skillful use measuring tools, stringing experimental tools, and so on. Psychomotor skills can be seen from the students who have been skilled or not. But for cognitive achievement, teachers should develop assessment instruments with an honesty system.

3.        Major lssues, Challenges, and Future Directions

Based on the research that has been conducted teacher in SMP Negeri 6 Sambas, entitled "The Impact of Globalization Attitudes Toward Nationalism in SMP Negeri 6 Sambas" data showed that 62.5% of students found to be dishonest in working on the competency test. Teacher is seen as a major problem and a challenge to infuse character education students.

Efforts to minimize dishonesty students conducted by evaluating teacher moved. Consideration of moving the evaluation, namely: minimize student cheating or asking the friend next to him, to maximize the time work on the problems, and encourage students compete to get the best value.
With the waning of the character education of students, teachers should always be given the charge of character education in the learning process as outlined in the indicators of learning.

4.    References

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Minggu, 09 Juni 2013

Lomba Guru 2013

Bagi Guru yang memerlukan informasi pedoman OSN guru,  Lomba Inovasi Guru SMP Tahun 2013, dan Forum Ilmiah Guru 2013 dapat di unduh melalui link berikut :
1. Pedoman OSN Guru 2013
2. Lomba Inovasi Guru SMP 2013
3. Lomba Ilmiah Guru 2013

Jumat, 10 Agustus 2012

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA DI SMP NEGERI 6 SAMBAS


DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP 
SIKAP NASIONALISME SISWA
                                                        DI SMP NEGERI 6 SAMBAS

                                                                                Oleh :
                                                                 JAKA AFRIANA, S.Pd

 Sikap nasionalisme sudah seharusnya di miliki oleh setiap warga negara Indonesia. Di era globalisasi sekarang ini, sikap nasionalisme yang tinggi dan positif sangat diperlukan sebagai tindakan preventif akibat pengaruh negatif globalisasi. Sikap nasionalisme memerlukan upaya dari warga negara untuk berusaha memiliki rasa bangga dan cinta terhadap bangsa sendiri melalui jalur pendidikan.
Nasionalisme dalam pengertian yang luas adalah perasaan cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsanya dengan tetap menghormati bangsa lain karena merasa sebagai bagian dari bangsa lain di dunia. Sikap nasionalisme atau semangat kebangsaan dapat diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di lingkungan sekolah penerapan sikap nasionalisme diwujudkan melalui sikap keteladanan, sikap pewarisan, dan sikap ketokohan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan bentuk penelitian survai. Populasi Penelitian ini memilih kelas VII dan VIII SMP Negeri 6 Sambas. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik random proporsional (proportional random sampling). Sampel secara acak dipilih 10 siswa dari setiap kelas yang diteliti sehingga jumlah sampel menjadi 40 siswa.
Alat pengumpul data menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Sebelum digunakan kuesioner di uji coba terlebih dahulu untuk menentukan validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Instrumen penelitian dinyatakan valid dengan tingkat realibilitas sedang.
Hasil kuesioner dianalisis secara kuantitatif. Jawaban siswa dihitung dan dipersentasekan terhadap total sampel. Kemudian dibandingkan dengan sikap nasionalisme yang seharusnya dimiliki siswa.
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian yang dilanjutkan dengan proses analisis data, dapat disimpulkan bahwa dampak sikap negatif siswa terhadap globalisasi dan nasionalisme dialami hanya sebagian siswa. Secara keseluruhan, melalui perhitungan uji regresi korelasi (uji Pearson) pada tabel diperoleh bahwa t hitung = 0,25 dan ttabel = 1,684, ini berarti bahwa thitung < ttabel  sehingga tidak ada pengaruh yang besar antara globalisasi dengan sikap nasionalisme siswa.
Analisis tes binomial menunjukkan tidak ada perbedaan sikap negatif siswa terhadap globalisasi dan nasionalisme antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Dengan kata lain, antara siswa laki-laki dan siswa perempuan terkena dampak yang sama.
            Siswa sebagai generasi penerus bangsa hendaknya memiliki sikap nasionalisme yang positif terhadap globalisasi yang diaktualisasikan dalam tindakan dan perbuatan nyata. Penelitian globalisasi terhadap sikap nasionalisme siswa agar dilanjutkan baik menggunakan metode atau dengan alat pengumpul data yang lain.