RESPON ANAK PUTUS SEKOLAH TERHADAP PROGRAM PENDIDIKAN
NON FORMAL
PADA MASYARAKAT TIONGHOA KECAMATAN SAMBAS
Oleh :
Vonica Liu Sadi dan Lily Yanti
(SMA Santo Bonaventura Sambas)
Sektor pendidikan sangat berpengaruh
dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Dari data penelitian, ditemukan IPM Kabupaten Sambas masih terendah diantara 14 kabupaten kota
lain. Ada dua aspek yang membuat IPM rendah yaitu angka harapan hidup
diantaranya kematian ibu dan anak serta usia lama sekolah yang rendah (Suhendra, 2012). Terkait dengan pendidikan,
usia rata-rata lama sekolah anak di Kabupaten Sambas sekitar 6,20 tahun. Ini
mengindikasi bahwa banyak anak-anak usia sekolah di Kabupaten Sambas yang putus
sekolah (Drop Out).
Masyarakat Kabupaten Sambas khususnya
Kecamatan Sambas terdiri dari etnis melayu, dayak, dan tionghoa. Masing-masing
mempunyai pandangan yang berbeda tentang pendidikan, terutama masyarakat yang
menjadi kaum minoritas di Kecamatan Sambas. Pekarya bukan bermaksud
mendiskriminasikan kaum minoritas, tetapi ingin mendapatkan informasi lebih
lanjut melalui penelitian demi kemajuan pendidikan di Kecamatan Sambas
khususnya dan Kabupaten Sambas pada umumnya.
Fokus penelitian ini adalah respon anak putus sekolah terhadap pendidikan non
formal pada masyarakat tionghoa. Oleh karena itu metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan bentuk penelitian survai. peneliti
mengambil sampel penelitian. Sampel diambil adalah teman yang putus sekolah
yang berdomisili di Kecamatan Sambas. Setelah didata diperoleh 10 anak putus
sekolah yang peneliti kenal.
Instrumen penelitian ini
menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara langsung. Kuesioner digunakan untuk memperoleh
data dari sampel penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan terbuka yang langsung ditanyakan peneliti,
lalu peneliti menyimpulkan jawaban responden ke dalam unsur-unsur jabaran variabel yang diteliti, yaitu kondisi ekonomi keluarga, motivasi pribadi, dan tanggapan orang tua.
Hasil penelitian wawancara dengan
mengambil data respon anak putus sekolah terhadap pendidikan non formal pada
masyarakat tionghoa dianalisis menggunakan tabel agar mudah dalam penyajian dan
lebih efisien. Data
yang di kelompokkan sesuai dengan variabel-variabel yang telah di kumpulkan di
lapangan.
Berdasarkan analisis data dan
pembahasan dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan anak putus sekolah pada
masyarakat tionghoa di
Kecamatan Sambas antara lain : faktor
ekonomi 60%, faktor motivasi pribadi 30%, dan faktor lingkungan/ pergaulan 10%.
Dari penelitian yang dilakukan, anak tionghoa yang putus sekolah tidak
melanjutkan pendidikan paket A, B, maupun C dikarenakan membantu ekonomi
keluarga. Upaya anak putus sekolah pada masyarakat tionghoa untuk
mengikuti program pendidikan non formal
di Kecamatan Sambas perlu peran aktif dari pihak lain seperti : tokoh masyarakat,
perangkat desa, dan penyelenggara pendidikan non formal untuk mendata anak
putus sekolah disekitarnya dan mengajak serta memberikan motivasi serta pemahaman
tentang pendidikan untuk mengikuti program yang telah disediakan pemerintah
Program pemerintah kabupaten sambas dalam peningkatkan IPM (Indeks
Pembangunan Manusia) hendaknya didukung oleh semua elemen masyarakat. Dimulai
dari lingkungan keluarga, RT, RW, Dusun, Desa sampai ke tingkat kecamatan dalam
mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun. Bahkan sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Penelitian anak putus sekolah terhadap pendidikan formal agar dilanjutkan
menggunakan populasi dan sampel yang lebih besar guna mendapatkan data yang
lebih akurat.