Sabtu, 25 Oktober 2014

Standar Penilaian Pendidikan IPA


Penilaian pembelajaran IPA di sekolah hendaknya mengacu pada suatu standar yang ditetapkan baik secara nasional maupun internasional. National Research Council dalam National Committee on Science Education Standards and Assessment (1996)telah menetapkan National Science Education Standards (NSES), suatu standar bagi pendidik dalam menilai pendidikan IPA di semua level pendidikan. Standar nasional pendidikan IPA versi NRC ini berisi standar konten IPA, standar pedagogi dalam mengajar IPA, standar  profesi, standar program, standar asesmen,  dan standar sistem. Mutu pendidikan IPA yang baik, harus memenuhi semua standar tersebut.
Penilaian standar memberikan kriteria untuk menilai kemajuan menuju visi pendidikan IPA pada literasi sains untuk semua. Standar yang menggambarkan kualitas praktek penilaian yang digunakan oleh guru dan lembaga pemerintah untuk mengukur prestasi dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar IPAPanduan untuk mengembangkan penilaian, praktek, dan kebijakan. Standar ini dapat diterapkan untuk penilaian siswa, guru, program formatif dan sumatif, dan penilaian eksternal. Sebagai mekanisme umpan balik utama dalam sistem pendidikan sains 

A. Standar Penilaian IPA
Latar belakang disusunnya Standar pendidikan IPA ini adalah karena adanya kebutuhan masyarakat terhadap IPA bukan hanya sekedar ilmu tetapi sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk bertahan hidup (NRC, 1996). Standar penilaian menyediakan kriteria untuk menentukan kualitas  praktik-pratik penilaian. Standar penilaian meliputi lima bidang sebagai berikut.
1. Konsistensi penilaian dengan suatu keputusan merupakan desain untuk informasi
2. Penilaian prestasi dan kesempatan untuk belajar sains
3. Mencocokkan antara kualitas teknis dari kumpulan data dan konsekuensi tindakan yang perlu dilakukan berbasis data tersebut
4.  Kejujuran dalam praktik penilaian
5. Ketepatan penarikan kesimpulan berdasarkan penilaian tentang prestasi siswa dan kesempatan untuk  belajar.
Dalam visi yang dijelaskan oleh National Science Education Standards, penilaian adalah mekanisme umpan balik utama dalam sistem pendidikan sains. Standar penilaian  menyediakan siswa dengan umpan balik tentang seberapa baik mereka memenuhi harapan, guru dengan umpan balik tentang seberapa baik siswa mereka belajar, sekolah dengan umpan balik tentang efektivitas guru dan program mereka, dan pembuat kebijakan dengan umpan balik tentang seberapa baik kebijakan bekerja. Umpan balik ini pada gilirannya merangsang perubahan kebijakan, memandu pengembangan profesional guru, dan mendorong siswa untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang IPA.

B. Aspek Penilaian IPA  (Kuswanto, H., 2008)
Tujuan IPA adalah menguasai pengetahuan IPA, memahami dan menerapkan konsep IPA, menerapkan keterampilan proses, dan mengembangkan sikap. Tujuan penilaian ini sejalan dengan tiga ranah dalam kerangka kurikulum IPA seperti ditunjukkan di bawah:
1. Penilaian Pengetahuan, pemahaman dan penerapan konsep IPA
2. Penilaian Keterampilan dan Proses
3. Penilaian karakter dan sikap (sikap ilmiah)
Penjelasan ketiga jenis penilaian tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Penilaian Pengetahuan, Pemahaman dan Penerapan Konsep IPA
Penilaian pengetahuan IPA merupakan produk dari pembelajaran IPA. Penilaian ini bertujuan untuk melihat penguasaan peserta didik terhadap fakta, konsep, prinsip, dan hukum-hukum dalam IPA dan penerapannya dalam kehidupan. Peserta didik diharapkan dapat menggunakan pemahamannya tersebut untuk membuat keputusan, berpartisipasi di masyarakat, dan menanggapi isu-isu lokal dan global.
2. Penilaian Keterampilan Proses
Penilaian dilakukan tidak hanya terhadap produk, tetapi juga proses. Penilaian proses IPA dilakukan terhadap keterampilan proses IPA, meliputi keterampilan dasar IPA dan keterampilan terpadu tingkat awal. Keterampilan proses IPA dasar meliputi observasi, inferensi, melakukan pengukuran, menggunakan bilangan, klasifikasi, komunikasi, dan prediksi. Di samping itu, peserta didik mulai diperkenalkan dengan kemampuan melakukan percobaan sederhana dengan dua variabel atau lebih untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel. Peserta didik juga dilatih mengkomunikasikan hasil belajarnya melalui berbagai bentuk sepeti debat, diskusi, presentasi, tulisan, dan bentuk ekspresif lainnya. Dari berbagai keterampilan proses ilmiah, berikut adalah enam keterampilan dasar yang perlu dikuasai untuk peserta didik.
a. Observasi
Penilaian keterampilan melakukan observasi dinilai pada saat melakukan observasi dalam rangka memperoleh data hasil penginderaan terhadap objek dan fenomena alam menggunakan panca indera. Informasi yang diperoleh menimbulkan rasa ingin tahu, pertanyaan, interpretasi, dan investigasi.
b. Komunikasi
Keterampilan berkomunikasi secara ilmiah menggunakan berbagai cara, seperti menggunakan grafik, carta, peta, simbol, diangram, rumus matematis, dan demonstrasi visual, baik secara tertulis maupun lisan.
c. Klasifikasi
Keterampilan melakukan klasifikasi diperlukan untuk mengelompokkan berbagai objek untuk mempermudah mempelajarinya, berdasarkan persamaan, perbedaan, dan saling keterkaitan obyek.
d. Pengukuran
Keterampilan melakukan pengukuran menggunakan alat ukur standar untuk melakukan observasi secara kuantitatif, membandingkan, dan mengklasifikasikan, serta mengkomunikasikannya secara efektif. Alat pengukuran meliputi penggaris, meteran, neraca, gelas ukur, termometer, pH meter, Higrometer, dan sebagainya.
e. Inferensi
Keterampilan melakukan interpretasi dan menjelaskan kejadian di sekitar kita. Kemampuan ini dibutuhkan antara lain untuk menyusun hipotesis. Interpretasi menghubungkan pengalaman lampau dengan apa yang sedang dilihat.
f. Prediksi
Keterampilan melakukan prediksi ditentukan oleh observasi yang teliti dan inferensi untuk memprediksi apa yang akan terjadi untuk menentukan reaksi yang tepat terhadap lingkungan.
g. Percobaan Sederhana
Keterampilan melakukan percobaan diawali dengan kemampuan menyusun pertanyaan, mengidentifikasi variabel, mengemukakan hipotesis, mengidentifikasi variabel kontrol, membuat desain percobaan, melakukan percobaan, mengumpulkan data, dan interpretasi data.
3. Penilaian sikap
Penilaian sikap ilmiah meliputi sikap obyektif, terbuka, tidak menerima begitu saja sesuatu sebagai kebenaran, ingin tahu, ulet, tekun, dan pantang menyerah. Selain itu, kemampuan bekerjasama, bertukar pendapat, mempertahankan pendapat, menerima saran, dan kemampuan sosial lainnya dapat juga dilakukan melalui pembelajaran IPA.

C. Penilaian terhadap Hasil Pembelajaran IPA

D. Penilai                       Menurut Stiggins (1994), lima kategori target hasil belajar yang dijadikan dasar dalam menentukan jenis penilaian yang akan digunakan. Kelima hasil belajar yaitu : pengetahuan, penalaran, keterampilan, produk, dan afektif (sikap) dapat dinilai menggunakan pilihan jawaban, esai, penilaian kinerja, dan komunikasi pribadi. Kesesuaian target hasil belajar dan metode penilaian dapat dijelaskan seperti Tabel berikut.
Tabel Kesesuaian Target Hasil Belajar dan Metode Penilaian (Stiggins, 1994)
Achievement Target
Selected Response
Essay
Performance Assessment
Personal Communication
Mastery of knowledge(pengetahuan)
Semua format dapat digunakan untuk menilai pengetahuan
Menilai stuktur kompeks pengetahuan
dapat digunakan untuk menilai penguasaan pengetahuan melalui penggunaan bahan secara efektif
baik untuk domain pengetahuan sempit untuk  menjaga ingatan dalam jangka pendek bila diperlukan
Reasoning(penalaran)
Dapat menilai beberapa penalaran  tetapi tidak semua
Deskripsi tertulis dari solusi permasalahan dapat mengetahui penalaran
dapat melihat siswa dalam proses pemecahan masalah dan menarik kesimpulan tentang kemampuan
meminta siswa "berpikir keras" untuk memeriksa kemampuan pemecahan masalah
Skills(keterampilan)
Dapat menguji prasyarat  pengetahuan prosedural, tetapi bukan kemampuan melakukannya
mendeskripsikan secara kompeks bagaimana pengetahuan prosedural tetapi bukan kemampuan melakukannya
dapat mengamati dan mengevaluasi keterampilan seperti yang ditunjukkan
Memberikan keterampilan dalam kemampuan komunikasi lisan; dapat menjelaskan dan berdiskusi kompleks "bagaimana" pengetahuan prosedural

Tabel 2.2 Sambungan
Achievement Target
Selected Response
Essay
Performance Assessment
Personal Communication
Products(produk)
Dapat menguji pengetahuan prasyarat komponen kualitas produk
Kemampuan mendeskripsikan komponen kualitas produk
dapat menilai kemampuan dalam melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk membuat produk yang berkualitas dan produk itu sendiri
Dapat menyelidiki pengetahuan prosedural dan komponen pengetahuan  kualitas produk
Affective (sikap)
Dapat mengembangkan item kuesioner yang sangat terstruktur
Dapat menggunakan item kuesioner terbuka
dapat menyimpulkan dari pengamatan perilaku atau pemeriksaan produk
Dapat berbicara dengan siswa tentang apa yang dirasakan

Contoh tes dalam empat teknik yang ada pada target hasil belajar adalah :
1.      Respon terbatas (Seleted respon) misalnya : Short- Answer ItemTrue- False atau Alternative- Response ItemMatching Exercises, Multiple-Choise form,
2.      Esai (Essay) misalnya : Essay Question
3.      Asesmen Kinerja (Assesment Performance) misalnya: Rating Scale, Cheklist, Rubrics
4.      Komunikasi Personal (Personal Communication) misalnya : siswa melakukan persentasi (kontak sosial siswa lain).
Penilaian pendidikan IPA hendaknya mengarah pada :
1. Sasaran yang terarah terutama terhadap : pengetahuan,  pemahaman atas materi IPA dan penerapannya
2. Kebiasaan berpikir yang produktif (berpikir kritis, berpikir kreatif, mengatur diri sendiri)
3. Kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking SkillsHOTS)
4. Karakter dan sikap  (sikap ilmiah).

D. Standar Mengajar IPA/Sains Menurut NSES

Standar pengajaran sains memberikan gambaran kepada  guru IPA pada semua tingkatan kelas harus mengetahui dan melakukan :
a.    Guru sains merencanakan sebuah program sains berbasis inkuiri bagi para siswa.
b.    Guru sains membimbing dan memfasilitasi pembelajaran.
c.    Guru sains terikat pada penilaian terus-menerus dalam pengajarannya dan dalam pembelajaran siswa.
d.   Guru sains merancang dan mengelola lingkungan pembelajaran yang memberikan waktu, ruang dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkan para siswa untuk belajar..
e.    Guru sains mengembangkan komunitas pembelajar sains yang merefleksikan kekokohan intelektual dari inkuiri ilmiah dan sikap serta nilai-nilai sosial yang kondusif bagi pembelajaran sains.
f.     Guru sains berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan perencanaan dan pengembangan sains sekolah

Jumat, 15 Agustus 2014

Guru SMP Berprestasi Kabupaten Sambas 2014


Selaku guru IPA SMP penulis mempunyai visi “Menjadi guru cerdas yang menginspirasi siswa”. Penulis selalu berusaha agar bisa masuk ke dunia peserta didik dan mengajar dari cara pandang peserta didik. Memberi pengalaman/pengetahuan baru yang belum pernah temukan dengan memperhatikan tahap perkembangan usia peserta didik. Untuk mewujudkan visi,  penulis mempunyai misi :
1.        Mengajar dengan menggunakan metode dan model bervariasi agar peserta didik tidak bosan
2.        Menumbuhkan motivasi dan semangat berkompetisi diantara Peserta didik
3.        Menanamkan sikap jujur dalam setiap prilaku
4.        Memberikan trik-trik/smart solution dalam menyelesaikan soal-soal.   

Misi dalam kehidupan pribadi penulis yaitu :
1.    Selalu menjadi yang terbaik dimanapun posisi sekarang, misalnya : menjadi guru, guru terbaik; menjadi ayah, ayah terbaik; menjadi suami, suami terbaik, dll.
2.    Berorientasi pada proses, karena proses yang baik/benar akan memberikan hasil yang baik/benar pula.
3.    Memperoleh uang halal yang menjadi hak dan sesuai dengan kinerja untuk menafkahi keluarga.
4.    Selalu mempertimbangkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari teman, kolega, orang tua, dan orang-orang disekitar demi perbaikan kedepannya.
  
Sedangkan tujuan penulis mengikuti seleksi guru berprestasi yaitu :
1.        Mengukur sejauh mana kompetensi penulis dibandingkan dengan guru-guru lain
2.        Mengetahui kekurangan penulis sebagai guru IPA SMP
3.        Membuktikan bahwa guru di daerah juga memiliki kemampuan yang sama  
Memperoleh informasi dan pengetahuan baru yang didapat selama mengikuti seleksi guru berprestasi sebagai bahan masukan dalam membina prestasi peserta didik di sekolah.

Sejumlah prestasi yang telah diraih oleh penulis disajikan pada tabel berikut.
No
Nama Kegiatan
 Tahun
Tingkat
Penyelenggara
Prestasi yang dicapai
1
Lomba Karya Ilmiah Tingkat Guru Se- Kalbar
2011
Provinsi
Kantor Litbang Prov Kalbar
Juara I
2
Lomba Karya Ilmiah Tingkat Guru Se- Kalbar
2012
Provinsi
Kantor Litbang Prov Kalbar
Juara Harapan I
3
OSN Guru IPA SMP Tk. Kab
2013
Kabupaten
Dinas Pendidikan Kab. Sambas
Juara I
4
OSN Guru IPA SMP Tk. Prov
2013
Provinsi
Dinas Pendidikan Prov. Kalbar
Peserta Perwakilan Kab. Sambas
5
Forum Kreativitas dan Inovasi  PTK IPA
2013
Nasional
PPPPTK IPA Bandung
Nominator / Finalis
6
Bimtek Peningkatan Karir PTK IPA
2013
Kabupaten
MGMP IPA SMP/MTs Rayon Sambas
Narasumber
7
Guru SMP Berprestasi
2014
Kabupaten
Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas
Juara I
8
Guru SMP Berprestasi
2014
Provinsi
Dinas Pendidikan Prov. Kalbar
Juara II

Selama membimbing siswa, sejumlah prestasi yang diraih siswa disajikan pada tabel berikut
No
Nama Lomba
Tingkat
Tempat dan Waktu
1)
Lomba Karya Ilmiah Tingkat Pelajar SMA
Provinsi
Pontianak,
18-19 Juli 2012
2)
Lomba Karya Ilmiah Tingkat Pelajar SMA
Kabupaten
Sambas,
26 Agustus 2013
3)
Lomba Karya Ilmiah Tingkat Pelajar SMA
Provinsi
Pontianak,
16 -17 Desember 2013


Kamis, 16 Januari 2014

Karya ilmiah Siswa

RESPON ANAK PUTUS SEKOLAH TERHADAP PROGRAM PENDIDIKAN NON FORMAL PADA MASYARAKAT TIONGHOA KECAMATAN SAMBAS

Oleh : 
Vonica Liu Sadi dan Lily Yanti 
(SMA Santo Bonaventura Sambas)

Guru Pembimbing : Jaka Afriana, S.Pd

Sektor pendidikan sangat berpengaruh dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).  Dari data penelitian, ditemukan IPM Kabupaten Sambas masih terendah diantara 14 kabupaten kota lain. Ada dua aspek yang membuat IPM rendah yaitu angka harapan hidup diantaranya kematian ibu dan anak serta usia lama sekolah yang rendah (Suhendra, 2012). Terkait dengan pendidikan, usia rata-rata lama sekolah anak di Kabupaten Sambas sekitar 6,20 tahun. Ini mengindikasi bahwa banyak anak-anak usia sekolah di Kabupaten Sambas yang putus sekolah (Drop Out).  
Masyarakat Kabupaten Sambas khususnya Kecamatan Sambas terdiri dari etnis melayu, dayak, dan tionghoa. Masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda tentang pendidikan, terutama masyarakat yang menjadi kaum minoritas di Kecamatan Sambas. Pekarya bukan bermaksud mendiskriminasikan kaum minoritas, tetapi ingin mendapatkan informasi lebih lanjut melalui penelitian demi kemajuan pendidikan di Kecamatan Sambas khususnya dan Kabupaten Sambas pada umumnya.
Fokus penelitian ini adalah respon anak putus sekolah terhadap pendidikan non formal pada masyarakat tionghoa. Oleh karena itu metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan bentuk penelitian survai. peneliti mengambil sampel penelitian. Sampel diambil adalah teman yang putus sekolah yang berdomisili di Kecamatan Sambas. Setelah didata diperoleh 10 anak putus sekolah yang peneliti kenal.
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara langsung. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data dari sampel penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan terbuka yang langsung ditanyakan peneliti, lalu peneliti menyimpulkan jawaban responden ke dalam unsur-unsur jabaran variabel yang diteliti, yaitu kondisi ekonomi keluarga, motivasi pribadi, dan tanggapan orang tua.
Hasil penelitian wawancara dengan mengambil data respon anak putus sekolah terhadap pendidikan non formal pada masyarakat tionghoa dianalisis menggunakan tabel agar mudah dalam penyajian dan lebih efisien. Data yang di kelompokkan sesuai dengan variabel-variabel yang telah di kumpulkan di lapangan.
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak putus sekolah pada masyarakat tionghoa di Kecamatan Sambas antara lain : faktor ekonomi 60%, faktor motivasi pribadi 30%, dan faktor lingkungan/ pergaulan 10%. Dari penelitian yang dilakukan, anak tionghoa yang putus sekolah tidak melanjutkan pendidikan paket A, B, maupun C dikarenakan membantu ekonomi keluarga. Upaya anak putus sekolah pada masyarakat tionghoa untuk mengikuti program pendidikan non formal di Kecamatan Sambas perlu peran aktif dari pihak lain seperti : tokoh masyarakat, perangkat desa, dan penyelenggara pendidikan non formal untuk mendata anak putus sekolah disekitarnya dan mengajak serta memberikan motivasi serta pemahaman tentang pendidikan untuk mengikuti program yang telah disediakan pemerintah
                Program pemerintah kabupaten sambas dalam peningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) hendaknya didukung oleh semua elemen masyarakat. Dimulai dari lingkungan keluarga, RT, RW, Dusun, Desa sampai ke tingkat kecamatan dalam mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun. Bahkan  sampai ke jenjang perguruan tinggi. Penelitian anak putus sekolah terhadap pendidikan formal agar dilanjutkan menggunakan populasi dan sampel yang lebih besar guna mendapatkan data yang lebih akurat.

Rabu, 27 November 2013

Guru Menjadi Peneliti

Sudahkah guru menjadi peneliti ?

Oleh :
Jaka Afriana, S.Pd )*

Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Serangkaian kegiatan utama guru akan tampak sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran di kelas. Pada proses perencanaan pembelajaran telah dirumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, sedangkan proses pelaksanaan pembelajaran merupakan upaya guru dalam menghadirkan pengalaman baru dengan memadukan pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik sebelumnya. Sehingga terbentuklah pengetahuan baru yang sesuai dengan konsepsi ilmuan. Setelah proses pembelajaran, kegiatan guru selanjutnya adalah mengevaluasi peserta didik dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana penguasaan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Kenyataan di lapangan, guru menghadapi berbagai kendala untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Misalnya:  kurangnya motivasi belajar peserta didik, sarana dan prasarana yang kurang memadai, lingkungan yang kurang mendukung, dan sebagainya. Sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Kendala atau masalah yang ditemukan guru di dalam kelas harus diatasi sendiri oleh guru. Untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemukan guru di dalam kelas, guru harus menjadi peneliti. Karena dengan melakukan penelitian guru berusaha mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi di dalam kelas. Menurut Azrul Azwar dan Joedo Prihartono (2003:5), penelitian ialah suatu upaya pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis data yang dilakukan secara sistematis, teliti, dan mendalam dalam rangka mencarikan jalan keluar dan atau pun jawaban terhadap suatu masalah yang ditemukan.  
Berdasarkan hasil diskusi/sharing dengan sesama guru IPA melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), sebenarnya para guru di lapangan telah melakukan upaya menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas. Upaya tersebut dilakukan berdasarkan pengalaman pribadi lalu memberikan trik/cara kepada peserta didik mempermudah mempelajari suatu konsep atau menyelesaikan soal-soal evaluasi. Contoh sebagian kegiatan penelitian yang telah dilakukan, seperti mengidentifikasi masalah, analisis data melalui analisis hasil ulangan, memberikan tindakan melalui program remidial dan pengayaan, namun belum dituangkan secara sistematis kedalam bentuk tulisan ilmiah sebagai tindakan nyata yang dilakukan guru dalam menyelesaikan masalah di dalam kelas.
Guru sebagai peneliti dipertegas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permenpan) nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru disebutkan bahwa standar kompetensi profesional guru yaitu: pertama, melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus; kedua, memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan; ketiga, melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan; dan keempat, mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber. Sebagai konsekuensi pekerjaan sebagai profesi, guru harus melakukan CPD (Continuous Professional Development) atau lebih dikenal dengan PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan).
PKB sendiri sebenarnya telah memberikan peluang kepada guru untuk berinovasi dan berkretivitas sebagai upaya menyelesaikan permasalahan di dalam kelas. PKB terdiri dari : pengembangan diri (PD), publikasi ilmiah (PI), dan karya inovatif (KI). Tujuan PKB sebenarnya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di dalam kelas meskipun sarana dan prasarana di sekolah kurang memadai. Minimnya alat peraga atau media pembelajaran umumnya menjadi kendala bagi guru IPA dalam mengajarkan konsep yang bersifat abstrak. Dengan menggunakan alat peraga atau media dalam pembelajaran IPA diharapkan guru dapat mempermudah siswa belajar.
Guru wajib mengikuti PKB karena dipakai sebagai dasar kenaikan pangkat dalam karir guru.  Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermennegPAN dan RB) Nomor 16 Tahun 2009  tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Sebenarnya pengembangan keprofesian berkelanjutan telah dilakukan sebagian guru, sama halnya dengan menjadi peneliti. Tetapi, guru-guru belum mendokumentasikan upaya yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah di dalam kelasnya.
  
)* Penulis adalah Guru IPA SMP Negeri 6 Sambas Kabupaten Sambas



Kamis, 12 September 2013

CULTURE OF HONESTY IN SAMBAS

CULTURE OF HONESTY IN SAMBAS

JAKA AFRIANA
SMP NEGERI 6 SAMBAS
KALIMANTAN BARAT INDONESIA
Email : jaka_fisika@yahoo.co.id


1.        Introduction

The main indicators used to assess the quality of student learning and graduation from an educational institution, often based on student learning outcomes listed on the national test scores. National test used as a benchmark in determining the quality of education. National education ministry is very serious in improving the system of national examinations. Viewed from a national exam package BSNP always make changes, ranging from 2 (two) package about to be 5 (five) package, continue to be developed with 20 (twenty) package item with a bar code system.
Of course the question is why every national test execution no changes were made. This indicates that honesty among students has begun to diminish.

2.        Current Status and Structure of Science Education

Science learning process requires active student involvement and aims for mastery of cognitive, affective, and psychomotor formed on students. To see the results of student learning, teachers are always measuring student competencies with the competency test for cognitive, affective attitude to assess, and practice skills or scientific views of psychomotor performance.
According to the Law of National Education System (2003), a national education aims at developing the potential of students to become a man of faith and fear of God Almighty, noble, healthy, knowledgeable, skilled, creative, independent, and become citizens of a democratic and accountable. Obviously, that character education must be embedded on students as early as possible.
Learning science has actually instilled a culture of honesty among students. In psychomotor assessment, students prove themselves by doing experiments in the laboratory in finding the concept or theory. Students are in demand to be skillful use measuring tools, stringing experimental tools, and so on. Psychomotor skills can be seen from the students who have been skilled or not. But for cognitive achievement, teachers should develop assessment instruments with an honesty system.

3.        Major lssues, Challenges, and Future Directions

Based on the research that has been conducted teacher in SMP Negeri 6 Sambas, entitled "The Impact of Globalization Attitudes Toward Nationalism in SMP Negeri 6 Sambas" data showed that 62.5% of students found to be dishonest in working on the competency test. Teacher is seen as a major problem and a challenge to infuse character education students.

Efforts to minimize dishonesty students conducted by evaluating teacher moved. Consideration of moving the evaluation, namely: minimize student cheating or asking the friend next to him, to maximize the time work on the problems, and encourage students compete to get the best value.
With the waning of the character education of students, teachers should always be given the charge of character education in the learning process as outlined in the indicators of learning.

4.    References

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional